sitoradostdaram sitoradostdaram sitoradostdaram

Friday, April 24, 2015

-Ny.B.Simangunsong/Br.Hutagaol-

Mama??
Tema hari ini tampaknya adalah seorang Mama. Yupss, seharian ini aku memikirkannya. Mungkin aku merindukannya.
Damn, miss you so much, Mama..

Terakhir bertemu dengan Mama tepatnya di awal Bulan April kemarin. Belum ada sebulan sih, tapi rasanya rindu ini hadir kembali.
Mungkin lebih tepatnya tidaknya sekedar rindu, tapi sedih.
Iya, aku mulai sadar beliau bertambah tua. Itu yang membuat aku sedih.
Beberapa waktu sebelum aku pulang ke rumah, aku mendengar berita bahwa Mama tidak bisa berjalan seperti biasa. 
Damn... What's going on with my Mam, Lord???
Air mata sempat menetes ketika mendengar hal itu. Kakinya tidak kuat lagi melangkah. Fatalnya beliau tidak bisa berjalan. Namun beliau selalu memaksa bahwa dia baik-baik saja. 
Itu yang paling aku suka dari beliau, namun sekaligus saya benci. Beliau tidak pernah mau menunjukkan kepada keluarganya bahwa dia sedang sakit, dia sedang bersedih hati karena sakit. Beliau tidak pernah melakukan hal itu selama aku tinggal bersamanya.

Namun kali ini, menjelang acara pernikahan abangku, beliau harus menderita sakit ini. 

" Sudah berapa lamakah, engkau menahan sakit ini, Mama? " lirih hati.

Disuruh menggunakan kursi roda, beliau tidak mau. Beliau tidak mau dikatakan sakit, dikatakan cacat. Beliau tidak ingin.

Sampai akhirnya ketika aku tiba di Medan, Mama masih ingin menjemputku ke Bandara Kualanamu. Saya melihat betapa sayunya beliau. Rambut putihnya semakin terlihat. Kerut kulitnya sudah tidak tertutupi lagi. Namun senyumnnya,, beliau masih tersenyum cantik melihat saya ketika itu.

" Kok bisa sakit sih, Ma..? tanyaku sambil memeluknya erat dan menggenggam tangannya.
" Yahh, entahlah. Namanya juga sudah tua, yah beginilah.. " jawabnya tanpa melihat ke arahku. Seolah-olah menutupi apa yang dia rasakan. Beliau memaksa berjalan, seolah-olah kuat, nyatanya lemah. 
" Udah deh Ma, kita tunggu Bapak disini aja. Biar Bapak ambil mobil sendiri aja di parkiran. Kita nggak usah ikut. " ajakku memaksa karena beliau mencoba mengajakku untuk mengikuti Bapak yang berjalan menuju parkiran yang cukup jauh dari bangku duduknya.

Ketika hari H tiba, hari yang cukup menyedihkan. Walau sebenarnya Mama sudah lebih baik dari hari kemarinnya, entah itu Mama yang tetap saja berpura-pura kuat berjalan atau sebaliknya.
Sepanjang acara pernikahan Abang, aku mendampingi Mama. Memegang tas nya, menggenggam tangannya erat; dan saya harus lebih mawas; memperhatikan setiap detik geraknya.
Acara adat dimulai. Kami harus berjalan dari gereja menuju gedung. Syukurnya Gereja dengan Gedung bersebelahan. Dan itu pun Mama ternyata tidak sanggup berjalan. 
Bersyukur punya orang tua seperti Bapak dan Mama saya ini. Karena, begitu banyak yang ikut membantu di dalamnya. 

Setiap kali Mama mengatakan tidak kuat berjalan, setiap kali itu beliau diberikan kursi untuk duduk. 
Syukurnya selalu ada orang yang siap untuk mengangkat kursi untuk Mama. 
Masih terngiang jelas, ketika Mama ingin sekali Manortor ( menari adat Batak ), mengelilingi Hula-hula kandung Mama, namun akhirnya beliau berteriak tidak sanggup. Aku berlari dan menuntunnya untuk keluar dari barisan. Dan tugasku tidak berhenti disitu, aku menggantikan posisi Mama untuk Manortor sambil memberikan uang kepada para Hula-hula Hutagaol ( Keluarga dari Marga Mama).
Sepanjang acara, aku sama sekali tidak menikmati. Aku fokus dengan melihat kondisi Mama. Takut beliau butuh sesuatu.

Beliau sudah mengikuti beberapa kali terapih. Bersyukur beliau sudah lebih baik. Namun tidak tahu apakah Mama memaksakan dan berpura-pura lebih baik agar kami tidak khawatir, entahlah.

Lirihku dalam hati, sesungguhnya aku belum siap jika Mama tidak lagi ada. Aku belum siap Tuhan, jika Mamaku harus Engkau ajak ke tempatMu disana. Walau kataMu, tidak akan ada lagi derita sakit di SurgaMu. Namun,  Masih banyak kerinduan hati Mama yang belum bisa aku wujudkan di bumi.
Aku masih membutuhkannya, Tuhan. Aku membutuhkan dukungannya, aku membutuhkan doa-doanya. Aku membutuhkan semangatnya. 

Terima kasih, untuk Mamaku yang sederhana. 
Jika aku harus melihat Mama teman-temanku yang suka dandan, suka memakai emas di tubuhnya . Beliau tidak seperti Ibu-ibu Batak lainnya. Aku suka kesederhanaannya. Jika kalian ketahui bahwa Ibu batak rata-rata menyukai dandan menor; tidak dengan Mamaku. Dia tidak suka sama sekali. 
Pernah, dan bukan satu kali aku mendandaninya. Aku menyisir rambutnya yang berwarna putih, membedakinya, membentuk alisnya yang tipis itu, memberi rona pink di pipinya, dan merah hati untuk bibirnya.

" Mama, kok pakai lipstik ga rapih gitu sih? Sini aku yang pakaikan. "
" Yahh, namanya juga sudah tua. Sudahlah, biarkan sajalah..."
Tanpa peduli dengan jawabannya, aku langsung mengambil lipstiknya dan memakaikannya lebih rapih dari yang sebelumnya.
" Duhh, jangan tebal-tebal itu blush on nya. Bapakmu suka marah kalau Mama pakai itu."
" Nggak, ini nggak tebal. Kulit Mama kan agak gelap, jadi dikasih warna biar segar keliatannya. Kalau pakai bedak aja, malah jadi pucat.."
Note: Ternyata Bokap ku paling ga suka cewe yang over dandan. Blush on, eye liner sudah pasti ditolak Bapak untuk dipakai ke Mama. Beliau suka yang sederhana. Pantes aja Bapak milih Mama gue ini. 
Bapak paling anti lihat Ibu-ibu parlente; entahlah alasan apa yang sesungguhnya membuat dia tidak menyukai hal itu. Padahal kebanyakan Ibu-ibu Batak itu Norak abis dalam dandanan.

Mama itu tidak seperti Ibu-Ibu Batak lainnya. Dia tidak suka ke Mall. Wanita rumahan sekali. Dan menular ke saya. Saya tidak terlalu suka Mall, namun menyukai suasana Alam. Jadi kalau pun jalan-jalan, pasti memilih untuk wisata alam. Tapi kalau lagi kalap, yahh sesekali bisa belanja tak terduga, hehehhe.. Namanya juga wanita. ;) *pembelaan.
Mama itu, paling tidak suka belanja mewah; selain karena memang kami juga bukan berasal dari keluarga berlebihan; namun bukan karena dia tidak memiliki uang untuk belanja. Dia lebih memilih fokus kepada anak-anaknya. Masa depan anak-anaknya. Dia rela menjadi orang yang tertinggal diantara Ibu-ibu yang ada di kantornya demi kami anak-anaknya.

Ya, Tuhan, betapa aku sangat bersyukur memilikinya. Belum aku temui seorang Ibu seperti dia selama aku berpisah dari Mama di rantau ini.

Aku ingin belajar sederhana seperti beliau. Menjadi wanita yang anggun dari karakternya. 
Aku ingin belajar dan terus belajar menjadi wanita kuat; memiliki hati yang selalu bersyukur.
Kelak jika aku berkeluarga nanti, aku ingin seperti Mama; yang berkorban banyak hal demi keluarga yang dicintainya.

Ketika itu, terlihat begitu banyak yang menyayangi Mamaku; terlihat begitu banyak yang turut prihatin; memberi bantuan baik materi ataupun doa, karena sakit yang di derita Mama.
Sampai saking ada yang senang banget sama Mama, ingin sekali berbesan dengan Mama; ingin menjodohkanku dengan anaknya. (Pertengahan Tahun 2012 )
" Eh, Nov,, kamu kenalanlah yah sama anakku. Di Jakarta kok dia. Kerjaannya sudah ok, sudah mapanlah, Nov.. Namboru pengen besanan sama Mamamu. Baik banget Mamamu itu loh... "
And thennnn??? Apakah borunya juga sebaik beliau? Hehheheh.. kataku dalam hati.
" Waduh, si Namboru ini... Ada-ada aja deh. "
" Kan kalau kata pepatah 'Songon dia Omak na, songoni do boru na.' "
( Seperti apa rupa Mamanya, yah seperti itulah anak perempuannya ).
" Hehehhe, memangnya Namboru udah pernah belum bertemu denganku.."
" Sudah lah. Dulu waktu kamu SMA terakhir kali kita bertemu. Aku sering main ke rumah kalian, apalagi kalau ada acara punguan Sonak Malela.."
" Ooogitu yah Namboru.. Aku lupa euy,, hehehhe... Yahh,berkenalan sajalah yah Namboru. Cocok dilanjut, kalau tidak, yahh tidak perlu dipaksa juga kan yah, Namboru? Heheheh.." kataku sambil mencari bahasa lembut agar Namboru tidak tersinggung karena sebenarnya aku tidak tertarik untuk perkenalan itu.


Walau memang perkenalanku tidak berlanjut dengan anaknya, bukan itu yang menjadi persoalan. Yang menjadi persoalan ini adalah aku sangat bangga memiliki Mama seperti Beliau. Bagaimana mungkin tidak? Lah orang yang tidak sedarah saja bisa sangat menyanyangi Mamaku? 

Bukan maksud membanggakan, tapi lebih dari itu. Saya sangat membanggakan beliau.

Sekali lagi, terima kasih Tuhan untuk Mama yang kau berikan untukku.

Cabut sakitnya, Tuhan... supaya dia tidak menderita dalam sakitnya. Beri umur panjang untuknya, agar kelak beliau bisa melihat semua anak-anaknya menikah dan berumahtangga. Karena itu ucapan yang selalu dia lontarkan kepadaku setiap kali berbincang dengannya.






.LaDy.
Casabonita Residence, Tebet,
Jakarta Selatan, Indonesia
23.49wib, 240415
Share Article on :

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah berkomentar. Tinggalkan jejak untuk dikunjungi kembali.